Minggu, 26 Juni 2011

Ibukota negara pindah..




Selasa, 2 November 2010 lalu, Urbanus Antara Institute menyelenggarakan seri seminar bertajuk “BABAD IBUKOTA BARU”. Acara berlangsung di Mata Hari DOMUS Café, Jalan Veteran I no. 33 Jakarta Pusat.

Hadir sebagai pembicara antara lain Prof. Dr. Damarjati Supadjar (doktor filsafat UGM Yogyakarta), Fachri Hamzah, anggota DPR dari PKS, dan Prof. Danang Parikesit, staf ahli Menteri PU yang sekaligus Ketua MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia).

Hadir pula Rizal Syarifuddin, Sekjen Ikatan Arsitek Indonesia, Kusumo Hartami, Ketua Himpunan Penghayat Kepercayaan, Martono Yuwono, IAI, Kepala Dinas Tata Kota Jakarta Utara, dan Sadeli Suryamangun (Pemuka adat Sunda). Acara ini dimoderatori oleh budayawan Taufik Rahzen.

Adapun topik yang diangkat adalah isu perkotaan yang sedang hangat dalam kurun waktu belakangan ini. Seperti kita telah ketahui dan rasakan bersama, Jakarta telah menjadi kota besar yang penuh komplikasi. Penataan kotanya masih jauh dari harapan, ruang hijau justru makin terbatas, dan situasi jalan-jalan utama ibukota Indonesia itu makin sulit dikendalikan. Berbagai problematika kependudukannya juga makin membelit, dari masalah pengangguran, ketertiban, minimnya fasilitas umum, sampai keamanan masyarakat. Jakarta sepertinya memerlukan solusi baru yang lebih strategis. Salahsatu wacana yang berkembang sekarang adalah pembangunan ibukota baru.

Melalui diskusi ini, maka kita akan memperoleh tidak hanya solusi, tapi juga visi baru yang maju dalam konteks wacana pembangunan ibukota baru itu nanti.

Seminar yang rencananya digelar 3 seri ini akan membahas wacana pemindahan ibukota Indonesia, dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat dari beragam disiplin ilmu dan latar belakang. Diharapkan, dengan begitu solusi dan visi yang lebih komprehensif bisa didapat.

Sesi pertama seminar tersebut dibuka kurang lebih pukul 10.00 pagi WIB dengan bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya disertai pengibaran bendera Merah Putih oleh salahsatu staf Domus Café. Dengan khidmat para hadirin pun turut menyanyikan tiap baitnya mengikuti iringin lagu. Selanjutnya, moderator Taufik Rahzen memperkenalkan tiga pembicara yaitu bapak Damarjati, bapak Fachri Hamzah, dan bapak Danang Parikesit.

Diawali oleh Prof Dr. Damarjati, beliau memberikan pendekatan filsafat pada konsep pemindahan ibukoa baru. Menurutnya, pemindahan ibukota harus disertai dengan pergerakan mental dan budaya manusianya. Jangan hanya perpindahan material dan fisik, atau pemindahan gedung-gedung semata. Sebelumnya kita harus menyiapkan “Ibu” kotanya, yakni jiwanya yang memiliki sifat keibuan, nilai-nilai maternalistik yang menjadi rahim bagi universalitas mental dan budaya baru ibukota baru.

Perpindahan ibukota dapat menjadi lebih bermakna hakiki, yaitu perpindahan jiwa mental manusia dari materialistik menuju manusia yang lebih manusiawi dan berbudi luhur. Seperti lakon wayang di kebudayaan Jawa yang juga beliau sampaikan, yaitu konsep mental Pandawa dan Kurawa, dan perpindahan dari mental Kurawa, ke Pandawa.

Dengan perpindahan seperti itulah manusia akhirnya akan mencapai puncaknya yang sejati.

Sementara itu pendekatan yang berbeda dipapakan Fachri Hamzah (PKS). Ia memulainya dengan menyebutkan tiga hal yang akan membentuk sebuah kota ideal. Pertama, suatu kota harus mampu menjaga hubungan antar manusianya. Strateginya adalah public space, ruang-ruang komunal yang efektif. Kedua, sebuah kota itu memiliki alamnya sendiri, yang berdiri diatas air dan tanah. Terakhir, kota ideal itu sudah seharusnya memelihara hubungan antara lingkungannya dan juga Tuhan, sehingga kota itu akan menjadi kota yang lebih manusiawi dan sustainable.

Ada juga hal penting lain yang dipaparkan Fachri Hamzah. Baginya, perpindahan ibukota itu seharusnya bukan hanya karena hal-hal teknis, tapi harus memiliki impian dan visi yang besar. Iapun dengan lugas beropini tentang bagaimana pemerintahan saat ini yang masih belum memiliki visi yang cukup kuat. Kota Istanbul Turki diambilnya sebagai studi kasus masalah perkotaan. Kota tersebut dengan pola kepemimpinan yang visioner dan tegas dapat berubah dari kota yang nyaris chaos, dengan pelacuran dan kriminalitas dimana-mana, menjadi kota dunia yang maju dan modern setara dengan kota-kota utama di Eropa.

Lain halnya dengan Prof. Danang Parikesit. Telaah dari segi mobilitas kota dikemas dengan slide presentasi yang mudah dipahami dan informatif. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengantar ibukota baru ke arah yang lebih efektif, fungsional, dan lestari (konsep sustainable).

Perlu juga dipikirkan dampak dari pemisahan antara pusat ekonomi dan pusat pemerintahan. Sistem kota juga perlu menjadi lebih manusiawi, yang memungkinkan perbaikan ekologis, perkembangan sosial budaya, dan mampu menciptakan keharmonisan sosial. Kota juga perlu didukung sistem transportasi yang efisien dan nyaman. Ini akan menjadi kunci dari kota dengan lalulintas yang menyenangkan dan bebas macet.
..........................................................................................................................
Sumber : http://imperiumindonesia.blogspot.com/2011/01/diskusi-ibukota-baru-urbanus-antara.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar