Visi, melihat sesuatu yang belum terlihat oleh orang lain :
Omong-omong, visi itu apa sih ? Sesungguhnya, terminologi lain untuk visi adalah niat. Tentu, anda masih ingat dengan pernyataan 'mulailah dengan yang kanan' yang menyiratkan makna 'mulailah dengan otak kanan'. Nah, itu semua kait-mengait dengan pernyataan 'mulailah dengan niat'. Jadi, otak kanan itu memang pemukiman bagi visi atau niat.
Rangkaiannya, mulailah dengan visi dan misi (baca : kanan), setelah itu barulah iringi dengan strategi dan taktik (baca : kiri). Gambaran besar dulu (baca : kanan), baru detail (baca : kiri). Niat dulu (baca : kanan), baru amalan (baca : kiri). Begin with the end in mind, ujar Stephen Covey dalam Seven Habits-nya. (Pst, ternyata hampir seluruh habit-nya berpihak ke kanan ! coba saja cek !)
Siapa sih yang sanggup menyangkal dan menangkal kesaktian sebuah visi ? siapa coba ? Tengoklah William Soerjadjaja, pendiri Astra Internasional dan Presiden Komisaris Siwani Makmur (SIMA). Apa sih visinya ? Ia ingin mengangkat perekonomian nasional dalam artian yang seluas-luasnya, diantaranya dengan menciptakan lapangan kerja bagi puluhan ribu masyarakat Indonesia.
Kendati dalam romantikanya, tokoh yang akrab dipanggil Om Willem ini mengalami jatuh-bangun, namun hanya dalam tempo 13 tahun sejak berdirinya Astra Internasional pada tahun 1957, tak kurang dari 72 perusahaan yang telah bernaung di bawahnya. Pada akhir tahun 1992, jumlah itu berkecambah menjadi sekitar 300 perusahaan, yang meliputi sektor otomotif, keuangan, perbankan, perhotelan, dan properti. (Meski kemudian, korporasi raksasa ini terpaksa ia lepaskan.) Begitulah, visi besar, hasil pun besar. Silahkan baca buku Begini Harusnya Bisnis ! untuk menelaah lebih lanjut perjalanan bisnisnya.
Seperti yang diulas sebelumnya, orang otak kiri sejati sukar untuk berhasil. Kenapa ? Ada tiga alasan. Pertama, karena mereka belum membaca buku 13 Wasiat Terlarang. Kedua, karena mereka belum mengikuti seminar Ippho Santosa. Ketiga, inilah alasan yang sebenarnya, karena mereka risih dengan imajinasi, visualisasi, dan visi. Berpikir irrasional dan berpikir 'seolah-olah', tidak ada dalam kamus mereka. Kasihan 'kan ? Ya, iyalah ! Kebetulan pula semuanya -imajinasi, visualisasi, dan visi- merupakan pokok-pokok pikiran dalam buku The Secret.
....................................................................................................................................
Intuisi. Kalau awal-awal otak kanan sudah bilang no, janganlah memaksa otak kiri bilang yes :
Dewasa ini, adalah susah untuk menetapkan keputusan jika hanya mengharapkan otak kiri yang mengharuskan data serba lengkap. Persis seperti seorang jenderal yang tengah menjajaki kekuatan musuh di medan perang. Petunjuk-petunjuk sering tidak komplit. Iya 'kan ? Walhasil, tidak jarang sang jenderal mengira-ngira berdasarkan intuisinya.
Serupa dengan sepasang suami-istri. Ketika si suami selingkuh, kok bisa-bisanya si istri tahu ? Padahal si istri tidak menengok langsung. Saksi tidak ada. Bukti juga tidak ada. Rupa-rupanya intuisi si istri yang mendelik. Secepat kedipan mata ! Blink ! Secara umum dapat dikatakan, wanita memang lebih intuitif daripada pria. Kemampuan intuitif ini juga melekat pada pemimpin (ketimbang pengikut), pengusaha (ketimbang pekerja), seniman (ketimbang birokrat), dan Bangsa Timur (ketimbang Bangsa Barat).
Intuisi, itu 'kan kalau datanya tidak komplit ? Lantas, bagaimana kalau sebaliknya ? Data tumpah-ruah. Pahamilah, intuisi tetap diperlukan. Mutlak ! Yah, anda mana punya waktu untuk memilih dan memilih ? Belum lagi ganasnya persaingan belakangan ini. Nah, situasi sedemikian rupa memojokkan anda untuk membuat keputusan dengan sekali sambar tidak bisa berlama-lama. Di sini lagi-lagi intuisi diharapkan untuk unjuk kerja dan kinerja.
Bagi orang manajemen dan orang pendidikan yang sangat otak kiri, intuisi dianggap sebagai sesuatu yang terlarang. Tukas mereka, "Indra keenam? Apa-apaan itu" Padahal berbekal intuisi, anda bagai melihat sesuatu yang tak terlihat oleh kebanyakan orang. Pasti itu ! Hei, ini bukan berarti anda harus mengarduskan riset, analisis, dan kalkulasi. No, no ! Itu semua tetap ada gunanya, tetapi lebih sebagai penguat, pelengkap, dan pengiring.
Mulailah dengan yang kanan. Kemudian ? Barulah dijabarkan dengan yang kiri. Saya perjelas. Itu artinya, intuisi dulu, baru analisis. Blink dulu, baru think. Seorang entrepreneur yang ditawari suatu lokasi usaha, detik itu juga hatinya membatin, "Sepertinya di sini cocok buka pujasera." Yap, intuisinya yang berbicara. Setelah itu, barulah otak kirinya yang berputar. Data-data pun dikumpulkan, dicermati, dan ditimbang-timbang.
Pernahkah anda menyaksikan entrepreneur membuka bisnis berdasarkan sebuah feasibility study ? Langka ! Dan tahukah anda siapa yang paling sering mengutak-atik feasibility study ? Yah, mereka yang hampir-hampir tidak pernah membuka bisnis, seperti mahasiswa, dosen, konsultan, peneliti, dan penulis. Iya, tho ?
....................................................................................................................................
Sumber : 13 Wasiat Terlarang - Ippho Santosa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar